Kamis, 19 Januari 2017

Siapakah yang Disebut Muslim ?

Kekafiran adalah perbuatan yang sangat dikutuk oleh Allah, sehingga semua orang Islam sangat membenci kekafiran itu. Kalau perbuatan saling mengafirkan terus dilestarikan, maka tidak akan pernah tercipta perdamaian di kalangan kaum Muslimin, yang pada gilirannya akan memperlemah kekuatan Islam sendiri.

Oleh: Mulyono | Sekretaris PB GAI
Seseorang disebut Muslim kalau ia penganut agama Islam. Kata Islam berasal dari salm atau silm, yang kedua-duanya berarti damai. Jadi kata Islam artinya masuk dalam perdamaian. Dengan demikian seorang Muslim adalah orang yang telah memasuki perdamaian. Jika kata salm digubah menjadi aslama, misalnya seperti digunakan dalam Q.s. 2 : 112, maka berarti orang yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Oleh karena itu seorang Muslim adalah seseorang yang damai dengan Allah dan damai dengan orang lain. Damai dengan Allah berarti berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah, sedangkan damai dengan sesama, bukan saja dalam arti menjauhi berbuat jahat dan sewenang-wenang kepada orang lain, melainkan juga berbuat baik atau demi kebaikan orang lain. Dalam Q.s. 2 : 112 Allah Swt. menyatakan:

“Ya, barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah (aslama) dan berbuat baik kepada orang lain, ia memperoleh pahala dari Rabb mereka, dan tiada ketakutan akan menimpa mereka dan mereka tak akan susah.”

Kendati secara syar’i keislaman didasarkan pada lima hal, yakni : mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa setiap bulan Ramadhan dan naik haji ke Makkah, tetapi dalam praktik pengakuan kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang pantas disembah dan Muhammad sebagai Utusan-Nya (yang terformulasi dalam Dua Kalimat Syahadat: Asyhadu allaa ilaaha illa-llooh wa asyhadu anna Muhammada-rrosuulu-llooh), dianggap sebagai garis pemisah antara Muslim dan non-Muslim, bahkan meskipun pengakuan itu tidak lebih dari ucapan kosong. Dalam kenyataan di masyarakat hingga saat ini masih banyak yang bahkan mengucapkan dua kalimat syahadat pun tidak fasih, atau hanya mengucapkan kalimat syahadat pada waktu nikah, tetapi tetap diakui sebagai seorang Muslim, karena di KTP-nya tertulis beragama Islam.

Orang Islam tidak boleh disebut kafir
Kafir atau kufur berarti mengingkari atau menolak kebenaran. Dalam terminologi Islam, orang non-Islam disebut kafir, karena ia mengingkari atau menolak kebenaran Islam.

Dalam kitab Nihayah, Ibnu Atsir menerangkan bahwa kafir atau kufur ada dua macam, pertama, mendustakan iman, dan ini adalah lawannya kata iman, dan kedua, mendustakan sebuah far’ (cabang) dari furu’il-Islam (cabang-cabang Islam). Jadi menurut keterangan ini, meskipun seseorang (Muslim) telah berbuat kufur (dalam arti tidak mengerjakan suatu peraturan dalam Islam, misalnya tidak shalat, tidak puasa, dll.), tidak boleh disebut kafir atau non-Islam sepanjang ia tidak melepaskan syahadatnya secara terang-terangan.

Sejumlah Hadits Nabi Muhammad saw. memberi petunjuk bahwa ke Islaman seseorang tidak harus dibuktikan terlebih dulu dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, melainkan dengan sekedar ucapan lisan dua kalimah syahadat pun sudah cukup untuk diakui sebagai seorang Muslim. Dalam hal ini, Qur’an Suci sendiri bahkan menyatakan bahwa orang yang mengucapkan salam (secara Islam) kepada orang Islam tidak boleh diakatan sebagai bukan mukmin: “Lasta mukmina” (Q.s. 4 : 94). Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa orang Islam tidak boleh gegabah menyebut orang lain sebagai bukan mukmin atau kafir, sebelum dilakukan penyelidikan terlebih dulu.
Nabi Suci Muhammad saw. bersabda : “Tiga hal yang menjadi landasan iman ialah : (1) menjauhkan sesuatu dari orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illa-llooh, janganlah kamu menyebut dia kafir karena suatu perbuatan dosa, atau mengeluarkan dia dari Islam karena melakukan perbuatan ….” (Abu Daud). Sabda beliau yang lain: “Barangsiapa menyebut kafir kepada ahli laa ilaaha illa-llooh, maka ia sendiri lebih dekat kepada kufur.”

Jika orang yang sekedar mengucapkan kalimat syahadat saja tidak boleh disebut kafir, lebih-lebih kepada orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, misalnya shalat, zakat, puasa, haji, dll. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda :”Barangsiapa menjalankan shalat seperti kita dan menghadap kiblat kita dan makan daging binatang yang kita sembelih, ia adalah orang Islam yang menikmati perjanjian Allah dan Rasulnya; maka janganlah kamu melanggar perjanjian itu.” (Bukhari). Kebanyakan ulama dan ahli fiqih pun sepakat bahwa kaum ahli kiblat (orang yang mengakui Ka’bah di Makkah sebagai kiblat shalatnya) tidak boleh disebut kafir. Abu Hasan Al-Asy’ari, misalnya. Dalam buku Maqalatul Islamiyyin wa Ikhtilafatul Mushallin, menyatakan: “Setelah Nabi Suci meninggal, timbullah perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang banyak hal; sebagian mereka menyebut sebagian yang lain dlall (menyimpang dari jalan benar), dan sebagian lagi menjauhkan diri dari sebagian yang lain, sehingga mereka menjadi golongan (firqah) yang terpisah satu sama lain, dan menjadi golongan yang berserakan, namun demikian Islam menghimpun mereka dan melingkupi mereka dalam suasana Islam.” Imam Thahawi juga berkata : “Tiada hal yang dapat mengeluarkan seseorang dari iman, kecuali mengingkari apa yang membuat dia masuk dalam (iman) itu.” Bahkan Imam Ahmad bin Mustafa mengecam orang yang menyebut kafir kepada orang Islam lainnya, dengan mengatakan : “Hanya orang sinting sajalah orang yang menyebut orang lain: kafir, karena para imam yang dapat dipercaya dari madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hambali dan Asy’ari, semuanya berpendapat bahwa kaum ahli kiblat tak dapat disebut kafir.”

Bahayanya takfirul Muslimin
Menyebut kafir kepada sesama orang Islam adalah perbuatan keji yang akibatnya sangat mengerikan, karena perbuatan seperti ini akan menghancurkan persaudaraan Islam. Dalam Q.s. 49:10 Allah menyatakan bahwa semua kaum Mukmin adalah Saudara dan hendaklah semua orang Islam berdamai. Kekafiran adalah perbuatan yang sangat dikutuk oleh Allah, sehingga semua orang Islam sangat membenci kekafiran itu. Kalau perbuatan saling mengafirkan terus dilestarikan, maka tidak akan pernah tercipta perdamaian di kalangan kaum Muslimin, yang pada gilirannya akan memperlemah kekuatan Islam sendiri.

Perbedaan pendapat atau paham keagamaan dalam islam, pada umumnya hanya menyangkut masalah-masalah furu’iyyah (cabang atau detail) bukan masalah pokok asasi agama (ushulu-ddiinn). Dan hal seperti ini sudah terjadi sejak zaman dulu. Oleh karena itu tidak perlu dibesar-besarkan, karena betapa pun banyaknya perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam, dapat dipastikan, persamaannya masih jauh lebih banyak. Justru dengan adanya perbedaan itu akan mendorong orang untuk terus-menerus berpikir dan berusaha. Jadi, perbedaan pendapat justru menjadi sumber kemajuan. Itulah makanya, Rasulullah Muhammad saw. mengatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat beliau merupakan sumber rahmat. Lawan pendapat, kawan berpikir.

Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Lahore) adalah golongan di dalam Islam
Jika keislaman seseorang didasarkan pada lima hal,. yakni : mengucapkan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa wajib di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji ke Makkah, maka Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Lahore) pun tidak kurang dan juga tidak lebih dari itu. Kalimat syahadat yang diucapkan dan diyakini dalam hati oleh kaum Ahmadi tidak berbeda dengan umat Islam pada umumnya, yakni : asyhadu allaa illaaha illa-llooh wa asyhadi anna Muhammada-rrosuulullooh (Aku berdiri saksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah dan aku berdiri saksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Utusan Allah). Demikian juga dalam hal tata cara dan waktu-waktu shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat dan ibadah haji.

Jika kaum Muslimin umumnya merumuskan aqidahnya dalam Rukun Iman yang enam, maka kaum Ahmadi pun demikian, yakni: beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab suci-Nya, utusan-utusan-Nya, adanya Hari Akhir, dan beriman kepada qadla dan qadar Allah. Pendek kata, baik secara aqidah maupun syari’ah, Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Lahore) tidak ada perbedaan sedikit pun dengan kaum Muslimin pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, pasti hanya masalah-masalah furu’iyyah atau detailnya agama. Sebagai misal, kaum Ahmadi meyakini bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid (reformer) yang juga bergelar Masih dan Mahdi. Keyakinan ini bukan bagian dari Rukun Iman, dan oleh karena itu bersifat mana-suka. Sama dengan, misalnya seseorang atau sekelompok orang meyakini Syeh Abdul Qadir Jailani sebagai washilah antara dia dan Rasulullah saw. atau bahkan ada juga sekelompok orang Islam yang meyakini seseorang sebagai perantara antara mereka dan Allah. (wallahu a’lam bi-sh shawab).

1 komentar:

  1. Play for fun at the Merit Casino – Slots, Live Games and more
    Merit Casino is one of the leading online casinos in the world founded in 2015. With over 200+ 메리트카지노 쿠폰 games to choose from, you are sure to find something new.

    BalasHapus