Khutbah Ajaran Hadhrat Masih Mau ud as (Mirza Ghulam Ahmad). pdf
Khutbah Berjuang untuk mencapai Akhlak yang Luhur Ajaran-Ajaran Islam. pdf
Khutbah Butir-Butir Mutiara Hikmat dari Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. pdf
Khutbah Esensi Tarbiyat Nasehat Bagi Para Pengurus Baru. pdf
Khutbah Intisari Pengorbanan Harta, Tahrik Jadid ke-83. pdf
Khutbah Jalan Menuju Evolusi Rohani. pdf
Khutbah Jalsah Salanah Jerman 2016. pdf
Khutbah Jumaat Keistimewaan Shalat Berjamaah. pdf
Khutbah Kesetaraan Keadilan dan Nurani yang Baik. pdf
Khutbah Khilafah Ahmadiyah. pdf
Khutbah Kunci Perdamaian dan Harmoni. pdf
Khutbah Makna Pentingnya Shalat Jumat. pdf
Khutbah Menyebarkan Ajaran Islam Yang Sejati. pdf
Khutbah Nabi Muhammad saw Rahmat bagi semesta alam. pdf
Khutbah Nyatakanlah Karunia-Karunia Ilahi. pdf
Khutbah Persiapan Jalsah Salanah UK 2016. pdf
Khutbah Ramadhan Ketakwaan dan Pembaharuan Diri. pdf
Khutbah Shalat dan Fiqih Masih Mau’ud as. pdf
Khutbah Tanda-Tanda Kebenaran. pdf
Khutbah Tentang Hakikat Shalat. pdf
Khutbah Tentang Kebaikan dan Keburukan. pdf
Khutbah Tujuan Penciptaan Manusia adalah Untuk Beribadah kepada Allah Ta’ala. pdf
Jika ada File Rusak dan tidak bisa di download harap pemberitahuannya agar filenya di perbaiki
Jazakumullah atas kunjungannya semoga bermanfaat
Kamis, 26 Januari 2017
Rabu, 25 Januari 2017
Pengertian Jemaat, jemaah, jamaah...
Kita,
bangsa Indonesia, rupanya sulit bersepakat untuk hal-hal sederhana yang
seharusnya bisa disepakati. Paling nyata dalam bidang bahasa. Saya sulit
mengerti mengapa kata-kata serapan dari bahasa Arab--yang asalnya sama--diserap
secara berbeda-beda. Maka, satu kata versinya banyak sekali. Pusat Bahasa dan
ahli-ahli bahasa gamang.
Ketika aset-aset Ahmadiyah dirusak, ada teman yang bertanya:
"Mana yang benar: JEMAAT atau JEMAAH atau JAMAAH Ahmadiyah? Kalau JEMAAT
kan berbau Nasrani. Kalau JAMAAH, wong Ahmadiyah tidak diakui sebagai bagian
dari Islam. Lantas, bagaimana?"
Jawaban saya sederhana saja:
"Kita lihat papan nama. Tulisannya: JEMAAT AHMADIYAH. Yah, kita pakai saja
JEMAAT biar sesuai dengan cara orang Ahmadiyah menyebut organisasinya."
Saya buta bahasa Arab, tapi berdasar beberapa penjelasan ahli bahasa, kata-kata
ini akarnya sama. Tapi mengapa bisa berbeda-beda? Bahkan, ada JEMAAT yang
menurut kamus khusus dipakai untuk menyebut kumpulan orang kristiani. Saya tertawa
karena orang Kristiani di Indonesia hampir tidak ada yang paham bahasa Arab.
Kecuali beberapa gelintir teolog macam Remy sylado atau Bambang Noorsena atau
Romo Parera.
JEMAAT
Memang selalu dipakai di lingkungan kristiani, entah Katolik atau Protestan.
Ada buku KIDUNG JEMAAT. Surat-surat Paulus selalu ditujukan kepada JEMAAT. Ada
JEMAAT di Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Kolose, Tesalonika.
Lagu-lagu liturgi Katolik selalu pakai JEMAAT. Contoh: JEMAAT ALLAH BERZIARAH.
Jemaat, Allah, ziarah, pastilah serapan dari bahasa Arab juga. Teman-teman
aliran Pentakosta punya denominasi SIDANG JEMAAT ALLAH sebagai terjemahan The
Assembly of God.
JEMAAH
Hampir sama dengan JEMAAT. Ada beberapa media merujuk ke komunitas muslim, tapi
tidak pernah untuk kristiani.
JAMAAH
Teman-teman editor di koran-koran Jawa Timur merasa istilah ini paling afdal
untuk merujuk komunitas islami. JAMAAH HAJI, tidak pernah JEMAAT HAJI. JAMAAH
salat Jumat. JAMAAH pengajian ibu-ibu. JAMAAH nahdlatul ulama. JAMAAH Ahmadiyah
tidak dipakai karena--itu tadi--dianggap sempalan Islam.
JAMAAH Gereja Kristen Bethel juga tak pernah dipakai karena dianggap janggal
oleh para editor. "Wong nasrani iku cocoke JEMAAT, bukan JAMAAH,"
kata seorang penyunting senior. Hehehe... Akar katanya kan sama, Bung! Tapi
saya orang biasa yang tidak mampu mengubah paadigma ini.
JAMIYAH
Ini juga khas islami, biasa dipakai untuk merujuk organisasi muslim.
Persoalan ini akarnya sederhana saja. Serapan kata-kata Arab sejenis
JEMAAH/JEMAAT, MUSYAWARAH/MUSYAWARAT, AMANAH/AMANAT, MUNAJAH/MUNAJAT/
IBADAH/IBADAT, HIKMAH/HKMAT... itu 'dimatikan' dengan fonem H atau T? Menurut
saya, Pusat Bahasa atau para pakar bahasa segera bikin kajian mendalam, lalu
bersepakat.
Dengan begitu, kita punya standar. Tidak ada lagi JEMAAT versi Kristen atau
Ahmadiyah atau JEMAAH atau JAMAAH yang bikin bingung itu. Macam Malaysia
itulah. Negara tetangga itu sudah punya pola penyerapan kata-kata Arab ke dalam
bahasa Melayu yang standar. Masa sih kita sebagai sesama bangsa Indonesia harus
terbedakan hanya gara-gara cara penyerapan kata-kata asing yang berbeda.
Saya sendiri merujuk pada Prof. Dr. Jos Daniel Parera, munsyi, pakar bahasa
dari IKIP Jakarta, yang pernah mengkaji kata-kata serapan dari bahasa Arab ini.
Yakni, memilih fonem T dan bukan H karena lebih konsisten dan sesuai dengan
standar penyerapan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun di bahasa kita.
Maka, saya sejak dulu menggunakan JEMAAT [tak peduli Islam, Kristen, Ahmadiyah,
Buddha, Hindu...], MUSYAWARAT, AMANAT, HIKMAT, IBADAT, MUNAJAT... dan
seterusnya.
Selasa, 24 Januari 2017
Kumpulan Buku Jemaat Ahmadiyah Langsung download saja
* Buku Pelatihan Da'i JAI
Buku Panduan Da'i Ilallah Denny.pdf
Buku Pintar Bertabligh.pdf
Buku Paket Mubayin Baru.pdf
Masalah Kenabian.pdf
Pengertian Nabi.pdf
Peristiwa Menggugah di Medan Tabligh AKQ.pdf
Selayang Pandang 1 Ahmadiyah.pdf
Selayang Pandang Ahmadiyah.pdf
Tiga Masalaah Penting.pdf
* Buku Malfuzat
Malfuzat Jilid I.pdf
Malfuzat Jilid II.pdf
Malfuzat Jilid III.pdf
Malfuzat Jilid IV.pdf
* Buku Tentang Nabi Muhammad saw
Benarkah Ahmadiyah Tidak Meyakini Nabi Muhammad sebagai Khataman nabiyin.pdf
Berkah Nabi Muhammad Nabi Terakhir.pdf
Nabi Muhammad dan Kristus Christ.pdf
Nabi Muhammad Prophet.pdf
Nabi Muhammad Worlds Criptures1.pdf
Pesan Rasulullah SAW.pdf
Riwayat Hidup Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW.pdf
Riwayat Hidup Hz Ahmad as.pdf
* Buku Tentang Ibadah Shalat
Daya Kekuatan Salat, Do'a. pdf
Doa-Doa Masih Mauud.as.pdf
Doa-Doa dari Al-Quran Hadits dan Wahyu Masih Mauud.as.pdf
Dzikir Setelah Sholat Fardhu Sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW.pdf
Tata Cara Whudhu dan Sholat Menurut Fiqh Ahmadiyah.ppt
Tata Cara Wudhu.pdf
Zikir Ilahi.pdf
*Buku Tentang Kristen Yesus / Nabi Isa as
Ajaran Kristen. pdf
Ajaran Yahudi.pdf
Buku Kristologi.pdf
Dimana Yesus Wafat.pdf
Jejak Yesus di India Holger Kersten.pdf
Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir.pdf
Memecah Salib. pdf
Yesus di India.pdf
Yesus Wafat di Kashmir.pdf
Yesus Melihat Kesalahan.pdf
* Buku-buku Pilihan
12 Butir Pernyataan JAI. pdf
Abdus Salam TimTeng. pdf
Ahmadiyah Apa dan Mengapa. pdf
Ahmadiyah Dalam Perspektif Akidah dan Syari'ah. pdf
Ahmadiyah Menjawab Salman Rushdi.pdf
Almasih Sudah Datang.pdf
Apakah Ahmadiyah Itu ?.pdf
Benarkah Ahmadiyah Sesat. pdf
Bukan Sekedar Hitam Putih Edisi Revisi. pdf
Bukan Sekedar Hitam Putih.pdf
Buku Ajaranku. pdf
Buku Bahttrah Nuh.pdf
Buku Bai'at.pdf
Buku Filsafat Ajaran Islam. pdf
Buku Tentang Dajal. pdf
Declaration Of Initation Form Bai'at.pdf
Dialog Kenabian. pdf
Evolusi Manusia. pdf
Falsafah Islamiyah. pdf
Klasifikasi dan Katalogisasi. pdf
Buku Panduan Da'i Ilallah Denny.pdf
Buku Pintar Bertabligh.pdf
Buku Paket Mubayin Baru.pdf
Masalah Kenabian.pdf
Pengertian Nabi.pdf
Peristiwa Menggugah di Medan Tabligh AKQ.pdf
Selayang Pandang 1 Ahmadiyah.pdf
Selayang Pandang Ahmadiyah.pdf
Tiga Masalaah Penting.pdf
Malfuzat Jilid I.pdf
Malfuzat Jilid II.pdf
Malfuzat Jilid III.pdf
Malfuzat Jilid IV.pdf
* Buku Tentang Nabi Muhammad saw
Benarkah Ahmadiyah Tidak Meyakini Nabi Muhammad sebagai Khataman nabiyin.pdf
Berkah Nabi Muhammad Nabi Terakhir.pdf
Nabi Muhammad dan Kristus Christ.pdf
Nabi Muhammad Prophet.pdf
Nabi Muhammad Worlds Criptures1.pdf
Pesan Rasulullah SAW.pdf
Riwayat Hidup Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW.pdf
Riwayat Hidup Hz Ahmad as.pdf
* Buku Tentang Ibadah Shalat
Daya Kekuatan Salat, Do'a. pdf
Doa-Doa Masih Mauud.as.pdf
Doa-Doa dari Al-Quran Hadits dan Wahyu Masih Mauud.as.pdf
Dzikir Setelah Sholat Fardhu Sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW.pdf
Tata Cara Whudhu dan Sholat Menurut Fiqh Ahmadiyah.ppt
Tata Cara Wudhu.pdf
Zikir Ilahi.pdf
* Ayat-Ayat Pilihan
Ayat dan Surah Pilihan Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis Ketika Shalat.pdf*Buku Tentang Kristen Yesus / Nabi Isa as
Ajaran Kristen. pdf
Ajaran Yahudi.pdf
Buku Kristologi.pdf
Dimana Yesus Wafat.pdf
Jejak Yesus di India Holger Kersten.pdf
Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir.pdf
Memecah Salib. pdf
Yesus di India.pdf
Yesus Wafat di Kashmir.pdf
Yesus Melihat Kesalahan.pdf
* Buku-buku Pilihan
12 Butir Pernyataan JAI. pdf
Abdus Salam TimTeng. pdf
Ahmadiyah Apa dan Mengapa. pdf
Ahmadiyah Dalam Perspektif Akidah dan Syari'ah. pdf
Ahmadiyah Menjawab Salman Rushdi.pdf
Almasih Sudah Datang.pdf
Apakah Ahmadiyah Itu ?.pdf
Benarkah Ahmadiyah Sesat. pdf
Bukan Sekedar Hitam Putih Edisi Revisi. pdf
Bukan Sekedar Hitam Putih.pdf
Buku Ajaranku. pdf
Buku Bahttrah Nuh.pdf
Buku Bai'at.pdf
Buku Filsafat Ajaran Islam. pdf
Buku Tentang Dajal. pdf
Declaration Of Initation Form Bai'at.pdf
Dialog Kenabian. pdf
Evolusi Manusia. pdf
Falsafah Islamiyah. pdf
Klasifikasi dan Katalogisasi. pdf
Keberkatan Allah yang Tak Terhingga. pdf
Mujaddid Masih Mahdi. pdf
Mubahalah dan Hakekatnya. pdf
Tatanan Dunia Baru Menurut Islam.pdf
Tiga Masalah Penting.pdf
Baru Di Upload ...!!!
Perkembangan Ahmadiyah Di Perancis, Jerman dan Inggris.pdf
Catatan :
Bila Ada Buku yang tidak bisa di download harap pemberitahuannya yang mau rekues buku juga bisa
Mujaddid Masih Mahdi. pdf
Mubahalah dan Hakekatnya. pdf
Nyatakanlah Karunia-Karunia Ilahi. pdf
Penjelasan Tentang Fatwa Aliran Ahmadiyah.pdf
Silsilah Ahmadiyah.pdf
Tazkirah Indonesia.pdfPenjelasan Tentang Fatwa Aliran Ahmadiyah.pdf
Silsilah Ahmadiyah.pdf
Tatanan Dunia Baru Menurut Islam.pdf
Tiga Masalah Penting.pdf
Baru Di Upload ...!!!
Perkembangan Ahmadiyah Di Perancis, Jerman dan Inggris.pdf
Catatan :
Bila Ada Buku yang tidak bisa di download harap pemberitahuannya yang mau rekues buku juga bisa
Jangan Sampai Terlewat Kami Akan Mengupload Buku-Buku selanjutnya
Jazakumullah atas informasinya
Kamis, 19 Januari 2017
Konsep Islamiah Jemaat Ahmadiyah
Dalam perjalanan ke Nigeria pada tahun 1988, Hazrat Mirza Tahir
Ahmad, Khalifatul Masih IV dari Jemaat Islam Ahmadiyah telah diundang oleh BTV
yaitu stasiun televisi Nigeria untuk mengikuti serangkaian wawancara yang
ditayangkan, dimana sejumlah pertanyaan berkaitan dengan Islam dan Ahmadiyah
telah dikemukakan. Berikut ini adalah jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang
dilontarkan presenter BTV dalam beberapa sesi tersebut. Penterjemah: A.Q.Khalid
Apa saja isi pengakuan dari pendiri Jemaat Ahmadiyah?
Hazrat Mirza Tahir Ahmad:
Pada esensinya, pernyataan atau pengakuan dari pendiri
Jemaat ini ialah bahwa beliau telah ditunjuk Allahswt sebagai Pembaharu dari masa kini.
Pada dasarnya itulah pengakuan beliau, namun hal itu mencakup berbagai aspek
lainnya.
Dalam kenyataannya, zaman kini yang dalam kitab-kitab
berbagai agama disebut sebagai ‘Akhir Zaman’ adalah suatu periode yang dinubuatkan
oleh berbagai agama tentang akan datangnya seorang Pembaharu yang akan membawa Zaman
Keemasan umat manusia dalam bentuk persatuan global.
Bangsa Hindu menganggapnya sebagai kemunculan kembali Krishna,
umat Yahudi masih tetap menunggu kedatangan seorang Messiah. Yesusas sendiri menubuatkan bahwa beliau akan
datang lagi, sedangkan Nabi Muhammadsaw menubuatkan bahwa di akhir zaman akan muncul seorang Pembaharu
dalam dua bentuk penampilan. Yang satu akan muncul dengan sebutan Al-Mahdi sedangkan
yang lainnya dengan sebutan Al-Masih atau Masih ibnu Maryam. Pertanyaan
mendasar yang patut dikemukakan adalah apakah para Pembaharu yang dinubuatkan
itu akan datang secara bersamaan atau hanya satu nubuatan saja yang akan
terpenuhi dimana yang lainnya lalu dianggap sebagai palsu? Di sisi lain, jika semua
nubuatan itu benar adanya dan setiap Pembaharu itu muncul dengan namanya
sendiri-sendiri, apakah hal ini tidak akan menimbulkan konflik keagamaan
berlandaskan nama Tuhan? Skenario demikian tidak saja tak mungkin dipertahankan,
tetapi juga tidak masuk akal. Kecuali jika orang berpandangan seperti halnya
perspektif
Jemaat Ahmadiyah yaitu hanya ada satu Pembaharu yang
muncul di Akhir Zaman yang menyandang berbagai sebutan untuk mewakili semua
Pembaharu yang dinubuatkan tersebut. Hanya dengan cara itulah upaya pemersatuan
semua agama bisa terlaksana. Sejalan dengan pengakuan dari Al-Masih yang Dijanjikan
yang adalah juga pendiri Jemaat Ahmadiyah, sosok yang menjadi Pembaharu
tersebut haruslah seorang Muslim pengikut ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullahsaw. Begitu juga sang Pembaharu itu
adalah satu orang yang sama yang menyandang sebutan sebagai Imam Mahdi dan juga
Al-Masih. Menurut pendiri Jemaat Ahmadiyah tersebut, sosok Pembaharu ini mewakili
semua Pembaharu yang telah dinubuatkan berbagai agama lainnya dan ia akan membawa
reformasi kemanusiaan.
Singkat kata, penafsiran Ahmadiyah atas semua nubuatan
awal tersebut ialah hanya ada satu saja sosok Pembaharu tersebut dan bukannya berbentuk
berbagai Pembaharu yang muncul secara berbeda untuk setiap agama. Sosok
Pembaharu yang satu ini akan mewakili semua Pembaharu yang telah dijanjikan tersebut.
Apakah anda maksudkan bahwa Pendiri Jemaat tersebut merupakan Nabi
yang terakhir?
Hazrat Mirza Tahir Ahmad:
Bukan,
bukan begitu masalahnya. Dalam agama Islam, istilah ‘Nabi terakhir’ bersifat teknis
sekali dan hanya bisa dikenakan kepada Nabi Muhammadsaw saja. Beliau disebut ‘terakhir’
dengan pengertian bahwa Kitab atau ajaran yang dibawa beliau adalah ajaran
terakhir dan beliau adalah Guru terakhir yang patut diikuti manusia. Siapa pun yang
muncul sebagai murid Hazrat Rasulullah saw sama sekali tidak bisa lalu menjadi Nabi yang berbeda atau
bersifat independen. Sepanjang menyangkut masalah kewenangan maka Nabi terakhir
yang memilikinya hanyalah Nabi Muhammadsaw saja. Posisi dari Mirza Ghulam Ahmadas dari Qadian adalah sebagai ‘Mahdi’
(orang yang mendapat petunjuk).
Jemaat Ahmadiyah disebut demikian rupanya mengikuti nama
Pendirinya. Pertanyaan yang muncul ialah jika kita beriman kepada Nabi
Muhammad, pada umumnya kita tidak menyebut diri sebagai ‘Muhammadi.’
Kelihatannya seperti ada kontradiksi disini, mengapa anda mempersonifikasikan nama
jemaat anda?
Hazrat Mirza Tahir Ahmad:
Salah satu masalah yang perlu dijernihkan terlebih dahulu
adalah tentang definisi. Bagaimana Jemaat Ahmadiyah akan dipandang, apakah
sebagai agama atau sebagai sekte (mazhab)? Dalam agama Islam, umat Muslim
terbagi dalam berbagai sub-title seperti Brailwi, Wahabi, Sunni, Shiah, Maliki,
Hambali, Syafei dan lain-lain. Yang menjadi pertanyaan, mengapa ada pemilahan
seperti itu dalam Islam?
Mereka semua eksis bukan sebagai indikasi bahwa mereka
agamanya berbeda, tetapi hanya sebagai gambaran dari adanya perbedaan pandangan
atau pendekatan terhadap agama Islam. Sepotong kata yang menjadi nama dari kelompok-kelompok
tersebut sudah akan menggambarkan pandangan atau keyakinan umum dari mereka yang
tergolong dalam sekte bersangkutan.
Hal ini jadinya memudahkan identifikasi dan perkenalan ketika
seseorang ditanya tentang keyakinannya. Dari pada setiap kali ditanya lalu yang
bersangkutan harus menjelaskan panjang lebar keyakinan dirinya dan kepada sekte
mana ia berafiliasi, satu kata saja sudah cukup menggambarkan keyakinan umum
dari seseorang, seperti apakah ia dari Sunni, Wahabi atau Shiah misalnya.
Anda menyatakan bahwa harus ada suatu distinksi di antara anda
sekalian dengan umat Muslim lainnya.
Mengapa harus ada pembedaan demikian?
Hazrat Mirza Tahir Ahmad:
Pendiri Jemaat Ahmadiyah sendiri sudah menjelaskan
signifikasi dari sebutan Ahmadiyah ini. Beliau menyatakan dan hal ini diakui
juga oleh semua Muslim, bahwa Nabi Muhammadsaw mempunyai dua nama berkaitan dengan diri beliau yaitu ‘Muhammad’
dan yang kedua ialah ‘Ahmad.’ Nama beliau sebagai ‘Muhammad’ bahkan disebut
dalam Kitab Perjanjian Lama, sedangkan nama ‘Ahmad’ disebut dalam Perjanjian
Baru sebagai ‘Paraklet’ (yang artinya sama dengan kata Ahmad).
Dalam penampilan pertama sebagai Nabi Muhammad, muncul
manifestasi penuh dari fitrat pertama beliau sebagai ‘Muhammad.’ Pada akhir
zaman adalah fitrat kedua yaitu ‘Ahmad’ yang akan mengemuka secara penuh. Namun
karena akhir zaman juga diasosiasikan dengan kedatangan Al-Masih maka tepat
sekali nama yang digunakan Yesusas sebagai gambaran nama beliau saat kedatangan kedua kali yaitu
sebagai Al-Masih yang mewakili Islam di akhir zaman, dan nama itu adalah ‘Ahmad.’
Perbedaan di antara kedua nama ‘Muhammad’ dan ‘Ahmad’ ialah kata ‘Muhammad’
menggambarkan kekuatan dan kejayaan seperti halnya saat dimanifestasikan pada saat
kemunculan Nabi Musaas. Nabi Muhammadsaw mirip dengan Nabi Musaas dalam keagungan, kekuatan dan
kejayaan. Nabi Muhammadsaw berjaya
dalam kemenangan semasa hidup beliau. Namun situasinya berbeda pada saat
Al-Masih dimana manifestasinya berbeda sama sekali. Dalam hal ini yang menonjol
bukanlah kekuatan dan kejayaan dari keagungan, tetapi keteguhan hati dalam
menghadapi gelombang penganiayaan yang digabung dengan upaya damai dalam mengajak
manusia lainnya secara persuasif dan dengan cinta kasih.
www.ahmadiyya.or.id
Penjelasan Rukun Islam Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Oleh
: Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Penterjemah:
A.Q. Khalid
Yang
dikemukakan di bawah ini adalah kompilasi ekstraksi yang diambil dari Malfuzat.
Malfuzat adalah judul dari sepuluh jilid buku yang berisi kumpulan diskursus,
khutbah dan nasihat Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. dari Qadian, Masih Maud
dan Imam Mahdi.
Ingatlah
selalu bahwa bila seseorang menyatakan kalau ia beriman pada Tuhan yang Maha
Esa, yang tanpa sekutu, serta beriman kepada Rasulullah Muhammad saw. serta
meyakini segala hal lain berkaitan dengan agama, tetapi realitasnya pernyataan
itu hanya merupakan ucapan di bibir semata dan hatinya tidak mengakuinya, maka
pernyataan demikian tidak akan membawa keselamatan baginya.
Keselamatan
tidak akan diperoleh sampai suatu saat hati telah mengimani dan hal demikian
menjadi nyata jika perilaku dan amal perbuatan yang bersangkutan
membuktikannya. Sampai keadaan demikian tercapai, tidak ada sesuatu yang telah
dicapai. Sesungguhnya aku nyatakan dengan sebenarnya bahwa tujuan hakiki baru
akan bisa tercapai jika seseorang yang berpaling kepada Tuhan telah
meninggalkan segala yang akan menjadi gangguan, ketika agama sudah diberikan
prioritas utama di atas segala aktualitas duniawi.
Ingatlah!
Seseorang bisa saja menipu mahluk lainnya. Orang bisa terkecoh pandangannya
melihat seseorang melakukan shalat lima kali sehari atau melakukan beberapa
amal baik lainnya, namun Tuhan tidak bisa ditipu. Karena itu amal saleh harus
dilakukan dengan ketulusan yang murni karena hal inilah yang menambah keindahan
dari amal tersebut.
Patut
selalu diingat mengenai makna dari Kalimah Shahadat yang kita ucapkan setiap
hari. Dengan Kalimah itu seseorang mengikrarkan secara lisan dan bersaksi
dengan hatinya bahwa baginya sang Maha Esa yang patut disembah dan dikasihi
adalah Wujud Tunggal yang menjadi tujuan hakiki adalah Allah swt dan tak ada
sesuatu apa pun selain Dia. Arti kata Ilaha dalam Kalimah tersebut mengandung
makna ‘yang terkasih’, ‘wujud yang menjadi tujuan hakiki’ dan ‘wujud yang
disembah dan dihormati.’ Pernyataan itu merupakan inti keseluruhan ajaran
Al-Quran dalam bentuk paling padat yang diajarkan kepada umat Muslim. Karena
tidak mudah menghafal kitab yang demikian tebal dan rinci, Kalimah ini
diajarkan agar setiap orang tetap bisa memelihara esensi ajaran Islam secara
konstan dalam fikirannya. Sesungguhnya sebelum semua realitas itu berakar dalam
kalbu manusia, maka tidak ada keselamatan baginya. Karena itulah Hazrat
Rasulullah saw. menyatakan: ‘Barangsiapa yang mengikrarkan bahwa tidak ada
tuhan selain Allah, ia akan masuk surga.’ Dengan kata lain, seseorang yang
sepenuhnya mengimani ‘la ilaha illallah’ maka ia akan masuk ke dalam surga.
Sebenarnya
manusia menipu dirinya sendiri jika mengira bahwa mengulang-ulang suatu kata
seperti burung beo, akan memberi mereka kemudahan masuk surga. Jika realitas
memang demikian adanya maka semua amal akan menjadi mubazir dan sia-sia dan
Shariah bisa dianggap, naudzubillah, tidak relevan. Nyatanya tidak demikian adanya.
Yang patut diperhatikan ialah makna yang terkandung di dalamnya haruslah
meresap ke dalam hati saat pengamalannya. Jika hal ini bisa tercapai maka benar
bahwa yang bersangkutan telah masuk surga, bukan setelah kematian, tetapi
sekarang juga dalam kehidupan kini yang bersangkutan telah memasuki surga.
(Malfuzat, vol. 9, h.102 – 104)
Setelah
itu perhatikanlah bahwa yang kedua adalah Shalat, yang diwajibkan dan
berulang-kali ditegaskan oleh Al-Quran. Ingatlah juga bahwa Al-Quran menegur
mereka yang menegakkan Shalat tetapi tidak memahami makna daripadanya dan tetap
saja bersikap kejam kepada sesama manusia. Shalat dalam realitasnya adalah
permohonan kepada Allah swt agar Dia menjaga kita dari segala keburukan dan
perbuatan jahat. Manusia sesungguhnya berada dalam keadaan menyedihkan dan
kesepian dimana ia mendambakan kedamaian dan kepuasan kalbu yang merupakan
hasil bawaan dari keselamatan. Namun keselamatan demikian tidak mungkin dicapai
hanya dengan kecerdikan atau keterampilan seseorang. Sampai dengan Tuhan telah
memanggil maka tidak ada yang bisa menghadap kepada-Nya, sampai dengan Dia
mensucikan maka tidak ada orang yang disucikan.
Banyak
yang menjadi saksi atas realita bahwa seringkali manusia menginginkan dirinya
bersih dari segala dosa, namun tidak juga berhasil meski telah berulangkali
berupaya melakukannya. Meski kesadaran dirinya, Nafsi Lawwama, yaitu semangat
yang menegur dirinya sendiri telah mengingatkan, tetapi tetap saja ia gagal dan
tergelincir kembali. Dari sini bisa disimpulkan bahwa pensucian seseorang dari
segala dosa adalah kinerja Tuhan adanya. Manusia tidak mungkin mencapai hal itu
hanya atas dasar upayanya sendiri. Namun memang harus diakui bahwa upaya ke
arah tersebut merupakan hal yang mutlak harus dikerjakan.
Shalat
adalah untuk membasuh batin yang penuh dengan dosa serta telah melenceng jauh
dari Tuhan. Adalah untuk mendekatkan ruh kepada Tuhan maka ada sarana yang
bernama Shalat, melalui apa kejahatan bisa dipupus dan kalbu diisi dengan
perasaan dan emosi yang suci. Inilah yang mendasari pernyataan bahwa Shalat
memupus segala keburukan atau mencegah seseorang melakukan suatu yang tidak
pantas atau tidak berakhlak.
Lalu
apa yang dimaksud dengan Shalat? Itu adalah laku doa yang penuh dengan
kepedihan dan karena itu disebut Shalat. Permohonan yang diajukan kepada Tuhan
dilakukan dengan memelas dan kesedihan agar Tuhan mau mengangkat segala fikiran
buruk, perasaan jelek dan emosi negatif dari kalbu seseorang dan Dia mau
mensucikannya dari dalam dirinya dengan cara menciptakan kasih hakiki sebagai
gantinya melalui berkat dan rahmat-Nya.
Kata
Shalat menunjuk kepada kenyataan bahwa doa tidak cukup hanya dengan lisan saja,
karena haruslah kata-kata doa itu dilambari dengan perasaan gelisah dan
khawatir. Tuhan tidak akan mendengarkan doa seseorang sampai yang bersangkutan
mencapai tingkatan seperti akan mati rasanya (karena kegelisahan memohon di
hadapan Tuhan). Sesungguhnya doa itu sulit dan kebanyakan orang tidak memahami
hakikatnya. Banyak orang telah menyurati diriku mengatakan bahwa mereka telah
berdoa untuk sesuatu tetapi doa mereka tidak membawa efek apa-apa sehingga
akhirnya mereka berpandangan negatif terhadap Tuhan mereka dan mereka galau
oleh perasaan putus asa. Mereka tidak memahami bahwa doa yang tidak diikuti
persyaratan lainnya itu, sulit akan mendapat manfaatnya.
Salah
satu persyaratan doa ialah hati itu harus demikian luluh sehingga mencair dan
mengalir seperti air yang menuju ke kaki Tuhan yang Maha Agung, diikuti
perasaan pedih dan gelisah. Yang bersangkutan jangan sampai tidak sabar dan
mengharapkan hasil segera. Ia harus terus menerus berdoa dan kesabaran serta
beristiqomah. Barulah setelah itu bisa mengharapkan doanya dikabulkan.
Shalat
merupakan doa pada tingkat yang amat tinggi. Menyedihkan sekali bahwa manusia
belum memahami nilainya dan mereka menganggapnya hanya sebagai gerakan-gerakan
tegak, membungkuk dan sujud diikuti dengan bacaan rapalan seperti burung beo,
mengerti atau tidak mengerti artinya. Yang menyedihkan juga ialah umat Muslim
zaman ini tidak lagi mengenali fitrat hakiki daripada Shalat dan malah tidak
melakukannya secara teratur. Bahkan ada golongan yang malah meninggalkan Shalat
untuk diganti dengan beberapa rapalan atau pengulangan beberapa kata-kata. Dari
antara golongan itu adalah Noshahi dan Chashti serta beberapa lainnya.
Orang-orang seperti itu sebenarnya menyerang agama Islam dan ajarannya dari
dalam, setelah itu karena telah menjauh dari disiplin Islam, lalu mencoba
menciptakan Syariah baru.
Ingatlah
selalu dengan pasti bahwa kita ini tidak memerlukan adanya inovasi baru jika
kita dan semua pencari kebenaran telah diberkati dengan Shalat. Setiap kali
Hazrat Rasulullah saw. dihadapkan pada kesulitan dan musibah, beliau pasti
segera mendirikan Shalat. Pengalaman kita sendiri dan mereka yang mencari
kebenaran menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih baik daripada Shalat untuk
membawa seseorang mendekat kepada Tuhan.
Ketika
seseorang berdiri dalam Shalat, ia itu mengambil sikap hormat. Jika seorang
sahaya berdiri di hadapan tuannya, tentulah ia berdiri dengan tangan
bersidekap. Posisi membungkuk juga merupakan laku hormat yang lebih tinggi
derajatnya dari berdiri tegak, sedangkan sujud menjadi bentuk penghormatan yang
paling tinggi tingkatannya. Jika seseorang sedang dalam keadaan pasrah
sepenuhnya, ia akan mengambil laku sujud. Celakalah orang-orang tolol dan
duniawi yang ingin mempersingkat Shalat serta berkeberatan untuk membungkuk
atau pun sujud. Padahal jsuteru hal-hal tersebut merupakan aspek yang terpuji.
Sampai seseorang menyadari sepenuhnya akan kawasan dari mana Shalat diturunkan
maka selama itu juga ia tidak akan memperoleh apa-apa. Namun bagaimana mereka
yang tidak beriman kepada Allah swt akan bisa meyakini manfaat Shalat?
(Malfuzat, vol. 9, h.108 – 110)
Rukun
Islam ketiga adalah Puasa. Pada umumnya manusia tidak menyadari fitrat hakiki
daripada laku puasa, samanya seperti orang yang belum pernah bepergian ke suatu
negeri maka ia tidak akan bisa menceritakan kondisinya. Yang dimaksud dengan
laku puasa bukan hanya asal lapar dan haus saja. Puasa memiliki realitas dan
efek yang hanya bisa diketahui melalui pengalaman. Sudah menjadi fitrat manusia
bahwa tambah sedikit yang dimakannya maka tambah tinggi derajat pensucian
ruhani yang bisa dicapainya serta bertambah kapasitasnya untuk mendapatkan
kashaf. Apa yang dikehendaki Tuhan dalam hal ini adalah mengurangi asupan jenis
makanan yang satu dan meningkatkan asupan jenis ‘makanan’ lainnya. Seseorang
yang berpuasa harus selalu mencermati hal ini bahwa tujuan daripada berpuasa
bukanlah semata-mata melaparkan diri tetapi perlu baginya membagi waktu untuk
zikir Ilahi agar ia bisa meninggalkan kehidupan duniawi dan berpaling kepada
Tuhan. Dengan demikian makna laku puasa adalah dengan mengkaliskan satu jenis
makanan yang menghidupi tubuhnya ia akan memperoleh jenis ‘makanan’ lain yang
menghidupi dan memuaskan ruhaninya.
Orang
yang berpuasa demi Tuhan-nya dan bukan karena tradisi atau adat kebiasaan, ia
sepatutnya menyibukkan diri dengan tasbih dan takbir Ilahi disamping merenungi
dirinya sendiri agar jenis ‘makanan’ yang lain itu dikaruniakan pula kepadanya.
Begitu
juga dengan ibadah Haji yang menjadi rukun Islam keempat. Yang dimaksud dengan
ibadah Haji bukan hanya semata agar seseorang meninggalkan negerinya, berlayar
melalui lautan, melantunkan beberapa rapalan dan kemudian pulang. Realitas
daripada Haji sesungguhnya amat luhur dan menggambarkan titik tertinggi dalam
tingkat hubungan seseorang dengan Allah swt.
Masalah
ini patut dipahami bahwa ketika seseorang menjauhkan dirinya dari nafsu duniawi
maka dirinya itu berharap bisa karam sepenuhnya dalam kasih Ilahi. Gairah dari
kasih demikian akan berkembang sampai kepada suatu tingkatan dimana kesulitan
perjalanan atau pun mara bahaya atas diri dan harta miliknya atau juga keterpisahan
dari yang dikasihinya tidak lagi menjadi sesuatu yang berarti baginya.
Sebagaimana seseorang yang siap mengurbankan segalanya bagi sang kekasih,
begitu juga halnya dengan orang yang mencintai Tuhan sama siap melakukannya.
Contoh simbolis dari bentuk hubungan demikian tergambar dalam laku Haji.
Sebagaimana
seseorang yang kasmaran mengitari kekasihnya, begitu juga yang dilakukan orang
saat tawaf sekeliling Ka’abah pada pelaksanaan ibadah Haji. Masalah ini pelik
dan halus sekali. Sebagaimana ada sebuah Baitullah (Rumah Tuhan) di bumi,
begitu juga yang sama ada di atas sana. Kalau kita tidak bertawaf juga pada
yang di atas itu maka tidak ada manfaatnya tawaf yang dilakukan di bumi dan
karena itu tidak ada ganjarannya. Keadaan tawaf yang dilakukan pada ‘orbit’
yang lebih tinggi itu haruslah sama seperti yang terlihat di bumi dimana orang
hanya menggunakan pakaian yang paling mendasar. Mereka yang bertawaf pada
Baitullah yang luhur juga sama harus menanggalkan ‘pakaian’ keduniawian dan
berlaku merendahkan diri dan lembut hati serta melakukan tawaf dengan hati
penuh kecintaan. Tawaf merupakan simbol dari kecintaan kepada Tuhan yang
sangat, dimana seseorang melakukan tawaf mengitari wujud keridhaan Ilahi, dan
tidak ada tujuan lain dari laku demikian.
Begitu
pula halnya dengan Zakat. Banyak orang yang membayar Zakat tetapi melakukannya
tanpa memahami apa yang mereka kerjakan. Jika seekor babi atau anjing
disembelih dengan cara Islam, tidak akan menjadikan dagingnya lalu menjadi
halal.
Arti
kata Zakat merupakan derivasi dari kata tazkia (yang artinya mensucikan).
Sucikanlah harta kalian dan bayarkan Zakat dari sana. Ia yang memberikan dari
harta yang disucikan sesungguhnya menegakkan kebenaran. Adapun ia yang tidak
membedakan antara Halal dan Haram, sesungguhnya ia jauh dari marifat.
Ajaran Yahudi, Kristen dan Islam: Sebuah Kesamaan Tradisi
22
Desember 2005 – The Review of Religions, October 1992
Oleh
: Arshad Khan
Penerjemah
: Qurrotul Ain
Sumber
: http://www.alislam.org/library/links/00000129.html
Publikasi
oleh : www.ahmadiyya.or.id
Dunia Timur Dekat kuno-khususnya di wilayah – wilayah di
Mesir dan tanah – tanah di timur laut Mediterania ( Asiria dan Media) awalnya
didominasi dunia politeisme, yaitu pada abad ke-7 SM (Historical Atlas of the
World, hal. 3). Penduduk di tanah-tanah tersebut memuja berbagai macam dewa.
Beberapa dewa dihubungkan dengan kesejahteraan di kota kecil maupun besar di
lokasi daerah tertentu, sepeti dewa Marduk di Babilionia atau dewa Ra
Heliopolis di Mesir. Beberapa dewa lainnya juga dianggap bertanggung jawab
dalam memenuhi kehidupan dan kesejahteraan manusia selama waktu perang dan
keadaan tidak aman – sepeti dewa Bal untuk orang – orang kanaan dan dewa Ishtar
untuk orang – orang Babilonia dan Asiria. (The Heritage of World Civilizations,
hal. 54)
Diantara berbagai kelompok budaya dan keyakinan
politeisme, munculah sebuah tradisi besar yang selanjutnya mempersatukan
pondasi 3 agama besar di dunia: agama Yahudi, Kristen dan Islam. Tiga agama ini
dapat dihubungkan dengan satu tradisi agama yang secara umum memiliki kaitan
dengan masa kenabian Ibrahim. Tradisi pokok beragama ini membentuk dasar solid
yang darinya tiga agama ini telah dibangun di atas rangkaian sejarah dan darinya
masing- masing agama telah membangun keyakinan – keyakinan serta cita –cita
berbeda dan membuat mereka terlepas satu sama lain.
Perbedaaan fundamental yang memisahkan tradisi beragama 3
agama dapat dipersatukan dengan konsep monotheisme:
keimanan kepada sesuatu yang tunggal, Tuhan Yang Maha
Perkasa satu-satunya Sang Pencipta), Maha Pemberi dan Maha Menguasai alam
semesta. (Ibid hal . 56)
Hal itu benar – benar belum jelas terbukti, kapan doktrin
pertama muncul dalam kehidupan. Para ahli sejarah pada umumnya setuju bahwa
konsep awal monotheisme telah menunjukkan suatu penampakan yang jelas di antara
sebuah suku nomadik (pengembara) yang disebut kaum Hebrew. (Ibid hal 56) pada
dasarnya, kesamaaan tradisi beragama yang dimiliki agama Islam, Kristen dan Yahudi
dapat dihubungkan dengan kaum ini. Pemahaman lebik baik tentang sejarah suku
ini bisa bermanfaat di dalam memahami secara umum asal mula agama – agama
monotheisme saat sekarang.
Tidak ada catatan berharga tentang kehidupan orang – orang
Hebrew. Meskipun demikian, para cendekiawan setuju dengan catatan-catatan yang
berhubungan dengan kitab injil yaitu migrasi kaum Hebrew ke wilayah Timur Dekat
Mesopotamia adalah masuk akal dan sesuai pula dengan yang diketahui secara umum
jika telah ada perjalanan migrasi yang dilakukan oleh suku – suku semi –
nomadic. ( Ibid, hal 57) Tradisi – tradisi bersejarah dan bernilai agama
menyebutkan bahwa Bapak Ibrahim berasal dari Mesopotamia dan telah bermigrasi
ke timur bersama pengikutnya, kaum Hebrew, mereka menempati daerah sepanjang
pantai timur laut Meditarania, di area yang sekarang dikenal sebagai Palestina.
(Ibid, p. 56)
Ibrahim telah membawa ide – ide keyakinan monotheisme, ide
yang kemudian akan terbukti terus bertahan dalam kurun waktu yang panjang di
area ini. Keyakinan monotheisme menekankan pada tuntutan-tuntutan moral dan
tanggung jawab - tanggung jawab individu dan masyarakat terhadap
penyembahan Kepada Tuhan, Sang Maha Penguasa segala sesuatu. Terlebih lagi,
keyakinan pada Tuhan Yang Satu menekankan pada ide bahwa Tuhan telah membuat
rencana rohani untuk sejarah manusia, dan tindakan – tindakan dan cita – cita
orang – orang pilihan-Nya adalah ikatan yang tak bisa lepas dari rencana rohani
ini. (Ibid, hal C-1) Pada puncaknya tradisi ini menempatkan Ibrahim diakui
sebagai pendiri kepercayaan monotheisme oleh pengikut tiga agama tersebut:
Islam, Yahudi dan Kristen. Para pengikut Ibrahim mewariskan tradisi ini dari
generasi ke generasi, memperkuat dan menyatukan semua orang di tanah Palestina
dengan kepercayaan kepada Tuhan dan dengan perjanjian yang telah dibuat oleh
orang – orang pilihan-Nya. Pada abad ke – 13 SM peranan Musa telah terbukti
menjadi sebuah kekuatan persatuan besar yang sungguh benar – benar menempa
bangsa Israel. Selama kurun waktu Musa, konsep perjanjian ini diulang-ulang dan
ditempatkan kembali diantara keturunan Ibrahim.
Pentingnya Perjanjian ini dapat dikenal secara dekat dengan analisa
scriptural (dari kitab-kitab suci) tiga agama tersebut. Tiga cabang keyakinan
monoteisme yang pada awalnya dikenalkan oleh Ibrahim di daerah Palestina
tersebut, mengakui dan mencatat peristiwa – peristiwa tersebut di dalam tulisan
– tulisan agama mereka:
“Dan Musa menuliskan semua firman – firman Tuhan, dan bangun pada pagi
awal dan membangun sebuah altar di bawah bukit, dan dua belas pillar (tiang)
sesuai dengan jumlah 12 suku Bani Israil …dan Musa mengambil sebagian darah
seekor lembu jantan , menempatkan di dalam sebuah wadah lalu memercikan
sebagian lain darah tersebut di atas altar. Dan dia mengambil kitab perjanjian
dan membacakannya di depan orang – orang yan hadir: lalu mereka mengatakan,
semua yang difirmankan atas nama Tuhan akan kami laksanakan dan mereka taat.”
(Keluaran: 24: 4, 6, 7)
Hal yang sama juga dikenal di dalam agama Islam yaitu perjanjian kaum
Hebrew dengan Tuhan. Disebutkan di dalam Quran Suci, kitab suci kaum Muslim;
bahwa mereka harus mengingat ketika sebuah perjanjian dengan Tuhan telah
diambil oleh sekelompok manusia:
Hai Bani Israil , ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku , niscaya Aku penuhi janji-Ku
kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut. ( Alquran: 2: 41)
Hai Bani Israil, ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu dan bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. (Alquran:
2:48).
Dan, ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab dan keterangan yang
membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.
(Alquran: 2:54)
Dan, ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung
di atasmu : “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah
selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa. (Alquran: 2:64)
Kebutuhan mengutip catatan – catatan dari bagian kitab-kitab ini selanjutnya
terlihat ketika seseorang berusaha menghubungkan dan membandingkan keyakinan –
keyakinan pokok lainnya di dalam 3 agama ini. Salah satunya adalah ketika
tradisi yang dibawa Ibrahim lalu diperkuat dan ditempatkan kembali oleh Musa
muncul dan dikenal oleh 3 agama ini. Ini adalah point lazim yang ada di dalam
keyakinan tiga agama tersebut: Penegasan dan pengakuan tentang perjanjian yang
telah dibuat oleh kaum Hebrew di Palestina dengan Tuhan. Hal yang membentuk
pondasi dasar untuk agama – agama monotheisme.
Ada kesamaan lain lagi yang ada diantara 3 agama ini yaitu kedekatan
kekerabatan secara geografi. Hal itu bukan suatu kebetulan. 3 agama terbesar di
dunia ini memiliki asal muasal keturunan yang sama. Adalah kenyataan jika
Ibrahim adalah bapak agama bagi 3 agama besar ini juga ditandai dengan tempat
dimana beliau hidup dan beliau mengarahkan kaumnya akan sebuah tempat dimana 3
agama ini akan menuju. Daerah Timur Dekat , terdiri dari daerah Palestina,
Semenanjung Sinai, Semenanjung Arabia (khususnya sebagian wilayah bagian
utara), dan daerah – daerah lainnya yang pada saat ini dikenal dengan nama
Turki dan Yunani- pada dasarnya mewakili tempat lahirnya 3 kepercayaan besar
ini.
Masih ada kesamaan lain diantara 3 agama ini yaitu keyakinan dan cita
– cita yang dicapai melalui doa dan permohonan, serta penegakkan hubungan
dengan Tuhan yang dapat menentukan kebaikan di dalam kehidupan dan menciptakan
rasa damai terus menerus serta rasa ketenangan diri sendiri. Ini adalah akar pokok
semua ibadah agama monoteisme. Sang Maha Pencipta dipandang sebagai wujud yang
nyata secara aktif mengawasi tindakan – tindakan dan perbuatan- perbuatan
mahluk-mahluk ciptaan-Nya: demikian pula keyakinan tentang akan kembalinya
semua ciptaan kepada-Nya dan pada akhirnya berkumpulnya manusia kepada Sang
Pemurah dan Sang Penyayang. Pada dasarnya tujuan Tuhan menciptakan umat manusia
adalah karena suatu alasan baik:
Mereka diperintahkan untuk bersikap adil dan baik seperti halnya Sang
Pencipta, karena mereka dilibatkan untuk memenuhi tujuan penciptaan oleh-Nya.
(Craig, Albert, [The Heritage of World Civilizations, hal. 60])
Konsep ini diilustrasikan dalam firman Tuhan kepada orang – orang
Israel di dalam injil.
“Aku akan meletakkan hukumku dengan mereka, dan Aku akan menuliskannya
di dalam hati mereka: Aku akan menjadi Tuhan mereka dan mereka akan menjadi
pengikut-Ku.” (Yeremiah:31:33)
Tujuan Tuhan menciptakan manusia menurut keyakinan-keyakinan
monoteisme, adalah mengangkat dan meninggikan derajat manusia yang melakukan
perbuatan mulia dan berahklak unggul. Hal ini bisa dicapai seseorang atau
sekelompok orang dengan pemahaman jika mereka tercipta untuk suatu tujuan
kerohanian dan hal itu merupakan takdir penciptaannya. Orang orang yang beriman
diharapkan mengikuti ajaran – ajaran yang diberikan kepada mereka melalui kitab
– kitab suci mulia mereka dan mengimani tokoh – tokoh seperti Ibrahim, Musa dan
nabi- nabi lainnya yang telah diberi wahyu dan diberi petunjuk oleh Tuhan serta
mendapatkan tugas membimbing dan memperbaiki manusia. (Craig, Albert,[The
Heritage of World Civilizations, hal. 59])
Kepercayaan – kepercayaan yang telah disebutkan terdapat di dalam
keyakinan tiga agama tersebut. Mereka sama – sama memiliki keyakinan tentang
kehidupan, rasa kebersukuran bahkan meyakini keberadaan Tuhan sebagai pembentuk
serta pengatur kehidupan dan tindakan tiap – tiap individu. Keyakinan –
keyakinan ini telah mempererat pondasi yang pada dasarnya sama pada semua
kepercayaan monoteisme yang juga bermula dari Ibrahim. Point kesamaan ini juga
dijalankan sebagai kekuatan pemersatu yang menyatukan semua bangsa Israel di
bawah satu keyakinan dan satu Tuhan.
Agama Islam dan Kristen juga memiliki kepercayaan – kepercayaan ini.
Mengakui Semenanjung Arabia dan daerah Palestina sebagai tempat yang dihormati,
kedua agama ini mempercayai wujud Isa sebagai penyambung tradisi. Lain halnya
dengan agama Islam dan Kristen yang mempercayai Isa sebagai Nabi dan sang
Reformer, orang – orang Yahudi tidak mengakuinya.
Disinilah kesepahaman dan kesamaan diantara 3 agama ini berakhir.
Islam dan Kristen kesamaannya dengan Yahudi terputus ketika keduanya menghormati
kesucian dan kebenaran Isa. Ketiga agama ini sama – sama mempercayai Musa,
namun hanya dua agama yang mengakui kebenaran Isa. Kesamaan antara Kristen dan
Islam berakhir keterkaitannya ketika Islam mengakui Nabi Suci Islam sebagai
nabi yang benar yang Tuhan telah datangkan setelah Agama Yahudi dan Agama
Kristen yang kepadanya pula Tuhan telah memberikan hukum terakhir-Nya yan akan
memberi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Sedangkan, Yahudi dan Kristen
menolak pernyataan ini. Oleh karena itulah agama – agama ini terpisahkan, dan
kesamaan mereka berakhir ketika mereka berbeda pendapat tentang Isa as. dan
Muhammad pbuh. Hanya Islam yang mengakui orang – orang pilihan Tuhan dan semua
nabi dari penokohan 3 agama-agama ini, namun sebaliknya dengan dua agama
lainnya.
Tiga agama tidak lagi memiliki kesamaan keyakinan setelah kepercayaan
kepada Musa. Islam mengakui ketiganya, Kristen mengakui dua, sedangkan yahudi
hanya 1 nabi yang diakui.
Namun, semua memiliki akar yang dalam di dalam stuktur monotoisme. Tradisi
ini diakui sebagai tulang punggung masing – masing agama ini. Perjanjian yan
diambil oleh Ibrahim lalu diperkuat oleh Musa dianggap sebagai garis persamaan
antara tiga agama terbesar dunia. Kesamaan geografi dan sejarah asal muasalnya
membawa tiga agama ini kepada kebersamaan dan kesatuan perspektif. Keistimewaan
inilah yang membuat agama—agama ini sungguh sama.
Tradisi agung yang telah membangun tiga agama ini menghubungkan asal
muasal dan kelahirannya ke kelompok kecil orang – orang Hebrew, yang bergaya
hidup dan memiliki habit sederhana. Mereka bukan produk suatu kekuatan
kekaisaran ataupun kebesaran kekaisaran (Ibid, hal. 56). Tradisi ini telah
melahirkan banyak hasil setelah jangka waktu panjang. Tradisi ini berkembang
secara bertahap dan melalui proses yang lambat- bukan periode singkat melalui
pergolakan dan kekacauan berbau agama. Waktu berselang antara kedatangan Musa
dan Muhamad pbuh yaitu 19 abad (1300 SM – 600 M). Suatu rangkaian waktu yang
monumental untuk proses perubahan dan perkembangan di dalam dunia agama.
Dengan demikian, pemahaman yang tepat tentang asal muasal keyakinan
monoteisme ini, memungkinkan seseorang mengerti dengan jelas tentang keluasan
ajaran Yahudi, Kristen dan Islam yang juga bisa dipertimbangkan sebagai bagian
kesamaan beragama dan bertradisi kerohanian: yaitu suatu tradisi yang dikaitkan
dengan waktu jaman Ibrahim, seorang pengembara sahaja yang memimpin para
pengikutnya menuju sebuah hunian yang lebik baik.
* *
*
Tujuan dari Adanya Perbedaan Agama
Penterjemah
: A.Q. Khalid
Berikut
ini adalah dua percakapan dari Hazrat Masih Maud.a.s. dengan beberapa orang
non-Muslim. Teks Urdu dari percakapan ini terdapat dalam Malfuzat, volume 5,
halaman 151-154 dan 141-146.
Pada
tanggal 1 Maret 1903 datang seorang pria dari Lahore bernama Kashi Ram Ved
untuk kunjungan kehormatan kepada Hazrat Masih Maud.a.s. Hadir pula beberapa
orang lain ketika setelah shalat Zuhur, dalam percakapan itu beliau
mengemukakan kepada Kashi Ram Ved bahwa :
Perbedaan agama merupakan suatu hal
yang baik. Tuhan sejalan dengan Kebijaksanaan-Nya memang meniatkan hal itu ada.
Adanya perbedaan itu akan mempertajam kemampuan intelektual manusia. Di dunia
dimana misalnya pun ada kesepakatan mengenai suatu hal, tetap saja dalam
detilnya ada perbedaan yang mungkin akan menjadi masalah nantinya. Memberikan
pidato dalam suatu kumpulan besar dalam rangka pertukaran fikiran juga
merupakan suatu hal yang baik, tetapi nyatanya di negeri kita ini sampai dengan
sekarang, sedikit sekali orang yang cukup beradab yang mau tenang mendengarkan
ulasan pandangan dan pendapat dari lawan mereka. Aku sendiri menginginkan dan memang
menjadi niatku untuk menyediakan satu tempat di Qadian ini dimana orang-orang
dari berbagai agama yang berbeda bisa berkumpul dan menyatakan kebenaran serta
faktor keunggulan agama mereka masing-masing secara terbuka. Jika ada debat
atau diskusi terbuka dalam mengemukakan kebenaran, hal itu sebenarnya merupakan
suatu yang baik, namun pengalaman menunjukkan bahwa hal itu juga mengandung
unsur kejahilan dan kekacauan dan karena itulah tidak digalakkan. Bisa jadi ada
saja segelintir orang-orang yang mau mendengarkan pandangan lawan bicaranya
dengan sabar dan lembut hati, tetapi mayoritas lainnya terdiri dari orang-orang
yang tidak mampu mendengarkan bahkan sepatah kata pun yang dirasanya tidak
sejalan dengan agama yang dianutnya, tidak peduli betapa lembutnya pun hal itu
disampaikan. Bila ada seseorang beragama lain yang berbicara, kemungkinan besar
apa yang dikemukakannya itu tidak sejalan dengan pandangannya sendiri dan hal
itu langsung merangsang emosinya. Dalam pertemuan seperti yang dimaksud, bisa terdapat
kedamaian jika si pembicara dan si pendengar bisa duduk bersama, seperti halnya
seorang ayah yang menemukan sesuatu yang buruk pada anaknya dan ia menasihati
si anak yang mendengarkan dengan sabar dan lembut hati. Hubungan kasih demikian
jelas besar manfaatnya. Mengharapkan
ada sesuatu yang baik yang bisa dihasilkan dari amarah dan kekerasan adalah
samanya bermimpi.
Yang menjadi masalah di masa kini bukan saja tentang
perbedaan agama tetapi juga yang menjadi tambah sulitnya masalah kenyataan
bahwa manusia tidak lagi memfokus pada dasar atau basis kebenaran, dimana rasa
permusuhan dan prasangka buruk satu terhadap yang lainnya sudah demikian rupa
sehingga jika ada yang mengemukakan sesuatu yang baik tentang agama orang lain
maka hal itu langsung dianggap sebagai suatu dosa. Aku melihat bahwa manusia
sekarang ini umumnya berbicara tanpa adab sopan santun dan malah kasar. Di masa
lalu, hubungan di antara bangsa Hindu dengan umat Muslim adalah sedemikian
baiknya sehingga mereka merasa sebagai satu komunitas. Sekarang ini terdapat
perpecahan sehingga perasaan positif yang ada di masa lalu kini sudah tiada.
Perasaan demikian telah digantikan oleh rasa permusuhan dan prasangka buruk.
Karena itu jika tidak ada lagi unsur ketertarikan satu sama lain, sedangkan
semua pihak hanya memikirkan menang atau kalah saja dalam suatu perdebatan,
bagaimana mungkin muncul ekspresi kebenaran dari sana? Untuk bisa mengemukakan
kebenaran, syaratnya adalah seseorang tidak memiliki prasangka, rasa permusuhan
atau pun dendam.
Aku
juga meyakini bahwa manusia sekarang ini berada dalam suatu kekeliruan. Sebelum
menyerang agama lain, mereka tidak mempertimbangkan apakah materi yang mereka
gunakan sebagai sarana menyerang itu memang ada dalam kitab suci atau tidak.
Mereka mengesampingkan kitab itu dan mengemukakan opini pribadinya dan
menganggapnya sebagai sifat dari agama bersangkutan. Memang ada beberapa hal
yang menurut hemat kami tidak benar dari agama bangsa Arya, namun aku tidak ada
menganggap aspek-aspek itu sebagai bagian dari kitab Veda. Aku tidak mengetahui
apa yang ada di dalamnya dan kami menganggapnya sebagai pandangan dari Pandit
Dayanand dimana yang bersangkutan memang mengakuinya. Kami sendiri memang
bicara menentang kepercayaan seperti itu serta mempublikasikannya dengan
mengemukakan bahwa inilah kepercayaan dari kelompok Arya Samaj. Begitu pula
mestinya jika bangsa Arya mempunyai keberatan, mereka seharusnya
mengungkapkannya dibanding Al-Quran atau pun keyakinan yang telah aku kemukakan
dan publikasikan sebagai keyakinan diriku. Jelas tidak patut mengemukakan
tentang sesuatu yang tidak kita yakini sebagai keyakinan kita.
Karena sekarang
ini terdapat begitu banyak sekte dari berbagai agama, mestinya jika ada
keberatan terhadap suatu keyakinan seharusnya diarahkan hanya kepada sekte yang
menganut keyakinan dimaksud. Dengan demikian, pada saat diskusi agar diajukan
kitab-kitab yang relevan dengan hal itu. Dari banyaknya versi dan penafsiran
yang ada, terlihat betapa banyaknya perbedaan yang ada. Kalau saja prinsip ini dipatuhi
maka yang hadir akan memperoleh manfaat. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak
pernah membaca atau memahami suatu buku lalu merasa punya hak untuk
mengemukakan keberatan terhadapnya? Menyangkut masalah agama, perlu kiranya
bahwa perdebatan difokuskan pada prinsip-prinsip dasar yang umum diakui meski
ia untuk itu tidak harus sudah pernah membacanya karena proses membaca semua
kitab demikian akan menghabiskan usia hidupnya.
Suatu
perdebatan mestinya dilakukan mengikuti prinsip-prinsip perdebatan. Para ahli
telah mengemukakan bahwa ketentuan seni berdebat telah menggariskan agar jangan
tenggelam dalam permasalahan sampingan yang tidak berarti, sama seperti suatu
lasykar yang dituntun oleh suatu prinsip yang sama dengan para perwiranya. Jika
sudah ada keputusan yang desisif diantara para perwira, hal yang sama juga
berlaku pada para prajuritnya. Contohnya, jika perwira komandan itu tewas maka
para prajuritnya akan juga menyerah.
Aku
sendiri tidak akan mengucapkan sesuatu kecuali Allah swt mengizinkan. Jika
memang aku akan mengadakan perdebatan verbal maka aku tidak akan menulis buku
ini, Nasimi Dawat. Biasanya dalam suatu pertemuan (yang membahas masalah
keagamaan), kebenaran selalu tersembunyi dan orang-orang berperilaku dengan
prasangka buruk dan kedegilan hati. Karena itu aku telah membuat janji dengan
Allah swt bahwa aku akan meninggalkan kebiasaan tersebut.
Aku telah mengarang
buku Nasimi Dawat ini sejalan dengan ketentuan mengenai perdebatan dan dalam
buku itu aku telah mengemukakan argumentasiku sejalan dengan prinsip-prinsip
yang telah aku kemukakan. Aku tidak akan menanggapi mereka yang melontarkan
cercaan terhadap diriku karena Allah swt sudah mencabut kemampuan diriku
membalas dengan cercaan pula. Lagi pula siapa yang akan ditanggapi karena begitu
banyak orangnya.
Ketika
para tamu bangsa Arya itu meninggalkan tempat, datang beberapa orang lainnya
dan dalam memberikan jawaban, Hazrat Masih Maud.a.s. mengemukakan secara
singkat bahwa:
Dalam buku Nasimi Dawat
kalian akan melihat bahwa aku berpegang pada kebenaran meski terdapat perbedaan
pandangan. Allah swt mencabut dari diriku kemampuan untuk mencerca, tidak juga
aku bisa menjawab masing-masing (mereka yang mencerca). Berjuta-juta orang yang
mencerca, yang mana yang harus aku layani? Aku kemukakan masalah ini langsung
kepada kelompok Arya Samaj dan bukan dengan kitab Veda karena aku tidak
menguasai Veda.
Pada
sore hari tanggal 28 Pebruari 1903, beberapa orang Arya datang dalam kunjungan
kehormatan kepada Hazrat Masih Maud.a.s. yang menanyakan kepada mereka apakah
mereka datang untuk menghadiri pertemuan. Mereka menjawab bahwa mereka datang
hanya karena mereka mendengar kalau Hazrat Masih Maud.a.s. akan berbicara dalam
pertemuan itu. Jika tidak demikian maka mereka tidak berkeinginan datang kesini.
Hazrat Masih Maud.a.s. kemudian menjawab:
Kami menyadari bahwa dalam realitas selalu ada
orang-orang yang sopan dalam setiap bangsa, orang-orang yang tidak melakukan
pencercaan semena-mena atas orang lain atau berprasangka buruk atau juga
berkata buruk tentang para pemimpin yang dihormati orang lain. Namun apa pun
yang aku lakukan, semuanya itu berdasarkan perkenan dan perintah dari Allah
swt. Dia tidak menginginkan aku terjerumus dalam bentuk perdebatan verbal yang
bersifat abusif demikian. Karena itu beberapa tahun yang lalu aku telah
menerbitkan buku Anjami Atham dan aku telah berikrar kepada Tuhan bahwa aku
tidak akan ikut dalam pertemuan untuk perdebatan verbal seperti itu. Kalian
tentunya menyadari bahwa dalam pertemuan seperti itu terdapat beragam manusia
yang menghadirinya. Ada yang sama sekali tidak tahu permasalahan dan ikut hanya
karena ingin bergabung dengan kelompoknya. Yang lainnya ada yang datang hanya
untuk melontarkan cercaan atas diri orang-orang yang dihormati oleh kelompok
lawannya dimana mereka memperoleh kenikmatan dalam lakunya itu. Ada pula orang
yang fitratnya memang sangat kasar. Pergi menghadiri pertemuan yang terdiri
dari orang-orang seperti itu untuk berdebat soal agama, jadinya merupakan suatu
hal yang muskil sekali. Kalian tentunya menyadari bahwa jika ada dua umat yang
berhadapan dengan tujuan utama untuk membuktikan bahwa agama lawannya itu palsu
adanya serta tidak memiliki kebenaran ruhaniah sama sekali dan karena itu sama
saja dengan mati karena tidak mempunyai hubungan dengan Tuhan, maka sampai
mereka berhasil membuktikannya (dan diterima oleh lawannya), sulit baginya
untuk mengemukakan keindahan dari agamanya sendiri. Mereka harus mengemukakan
kesalahan-kesalahan agama lawannya, karena jika tidak maka tidak akan ada ekspresi
kebenaran. Hanya saja beberapa orang lalu lalu menjadi terlalu terangsang dan
mereka tidak bisa mendengarkan lagi, dimana emosi mereka lalu meletup-letup dan
mereka jadinya siap berkelahi.
Dengan
demikian maka pergi ke pertemuan seperti itu akan menjadi bertentangan dengan
akal sehat karena untuk suatu analisis agama yang tepat perlu kiranya para
partisipan berhati dingin dengan perbawaan sifat adil dan tidak memihak.
Sewajarnya mereka tidak cenderung kepada pertengkaran atau kekerasan. Hanya dalam
suasana demikian saja maka seseorang akan bisa menguraikan keunggulan agamanya
dan berbicara sebanyak maunya, untuk kemudian lawan bicaranya yang sama
sopannya menimpali tentang agamanya sendiri. Hanya saja sayangnya di negeri
kita ini telaah analisis agama yang dilakukan dengan sabar dan lemah lembut
demikian nyatanya tidak ada. Saat yang didambakan seperti itu belum lagi
mewujud. Namun kami berharap bahwa Tuhan akan mewujudkannya juga suatu waktu.
Aku bahkan berniat menyiapkan sebuah bangunan di sini dimana orang-orang dari
berbagai agama bisa berbicara bebas tentang agamanya masing-masing.
Sesungguhnya
suatu permasalahan yang tidak didengarkan dengan hati yang dingin dan fikiran
yang tidak memihak serta dilambari dengan toleransi, maka akan sulit sekali
mendalami inti kebenarannya. Ambil saja contoh kejadian dalam sebuah pengadilan
dimana sang hakim bisa mendengarkan dengan kepala dingin segala bukti-bukti dan
alasan dari kedua pihak yang bertikai, ia akan mampu berfikir dan menganalisis
secara tenang untuk kemudian memberikan keputusannya. Terkadang proses seperti
itu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Jika dengan peradilan duniawi sudah
demikian keadaannya, bagaimana mungkin permasalahan agama bisa mencapai kata
kesepakatan dalam lima atau sepuluh menit. Memang mudah bagi si penanya untuk
mengemukakan pertanyaannya, tetapi kesulitan yang dihadapi oleh yang ditanya
bukanlah suatu hal yang gampang. Bila ada seseorang yang mengajukan pertanyaan
minta dijelaskan tentang sistem matahari, bumi dan bintang-bintang, lalu
meminta jawaban secepat ia mengajukan pertanyaan atau kalau tidak akan
menganggap lawannya sebagai pendusta, apa yang bisa dilakukan oleh lawan
bicaranya itu? Jelas bahwa ia harus mempersiapkan jawaban yang mungkin harus
berupa satu buku lengkap dengan berbagai bab, karena kalau tidak maka
jawabannya tidak akan lengkap. Singkat kata, demikian itulah kesulitan yang aku
hadapi. Hal itu juga yang menjadi alasan yang menahan diriku untuk menghadiri
pertemuan-pertemuan seperti itu.
Kalau
saja si penanya bersikap akan sabar sampai selesai mendengarkan dengan tenang
jawabannya maka orang yang menjawab akan senang memberikan jawabannya.
Sesungguhnya sesuatu yang dikemukakan atas nama Tuhan dan yang bersangkutan
melakukannya dalam mencari keridhaan Ilahi dan karena itu dipenuhi dengan jiwa
ketakwaan, maka seperti itu tidak akan melakukan perbuatan nista seperti
menggunakan kata-kata yang kotor. Namun sekarang ini lidah orang tajam laiknya
pisau dan keberatan demi keberatan diajukan tanpa ada alasan yang mendasari.
Jika
suatu pertanyaan diajukan hanya demi Ilahi dengan gaya yang menyejukkan hati
dan bahasa yang baik, maka sesuatu yang berasal dari hati akan sampai ke hati
juga! Aku sendiri bisa mengindera suatu pertanyaan yang datang dari hati tulus
seseorang yang mencari kebenaran. Bahkan nada keras yang datang dari seseorang
yang mencari kebenaran, tetap saja mengandung unsur yang menyenangkan. Adalah
haknya jika ia bersikeras sampai ia mendapatkan kepuasan dalam jawaban yang
dicarinya dan sampai bukti-bukti bisa meyakinkan dirinya. Aku tidak
berkeberatan dengan hal seperti itu. Sebaliknya, justeru orang seperti itu
patut dihargai. Kata-kata yang diutarakan demi Tuhan tidak bisa dibandingkan
dengan ucapan palsu dari orang yang rendah akhlaknya.
Aku
telah menekankan berulangkali kepada Jemaatku bahwa mereka tidak boleh gegabah
menilai buruk orang lain. Semua agama terdahulu pada dasarnya datang dari
Tuhan, hanya saja karena perjalanan waktu lalu mengalami penyimpangan. Hal
seperti itu harus dihilangkan secara halus dan lembut. Jangan pernah
mengemukakan keberatan kepada orang lain seperti lemparan batu. Kita sendiri
bisa melihat kain yang kita beli hari ini dan kemudian dibuat pakaian, setelah
jangka waktu yang singkat akan menjadi tua dan mengalami perubahan yang
menjadikan bentuknya terkadang berbeda sama sekali dari asalnya dahulu. Begitu
juga dengan semua agama terdahulu, pasti ada akar kebenaran di dalamnya. Tuhan
beserta yang benar dan agama hakiki berisi hal itu di dalamnya sebagai
tanda-tanda kehidupan. Sebuah pohon dikenali dari buah yang dihasilkannya.
Bahkan dalam suatu pemerintahan pun, yang menjadi bayangan dari Wujud yang Maha
Tersembunyi itu, kita bisa melihat bagaimana orang-orang yang jujur dihormati
dan disayang oleh mereka. Para pejabat dan pekerja yang ditunjuk pemerintah,
misalnya sebagai gubernur di suatu daerah, mereka akan bekerja dengan berani
dan ingin juga dikenal. Tetapi seorang pejabat deputi-komisioner atau inspektur
polisi yang culas yang menipu rakyatnya, beranikah mereka menghadap secara
terbuka kepada pemerintahnya? Jika pemerintah kemudian menemukan keculasan
mereka, tentulah mereka akan dipermalukan dan dijebloskan ke penjara dengan
tangan terbelenggu. Hal yang sama juga berlaku tentang kebenaran suatu agama.
Barangsiapa
yang benar di hadapan Allah swt maka ia akan memiliki tanda dari Ilahi serta
citra keberanian dan kebenaran.
Dalam
realitas, seseorang yang takut kepada Tuhan biasa menghadapi berbagai kesulitan
besar. Seseorang baru akan menjadi suci jika ia mampu menanggalkan semua nafsu
dan keinginannya, lalu sepenuhnya tenggelam dalam upayanya mencari keridhaan
Ilahi. Sifat mementingkan diri sendiri, ketakaburan dan keangkuhan telah
dicerabutnya sama sekali dari dalam batinnya. Matanya hanya memandang ke arah
yang diperintahkan Tuhan. Telinganya hanya mendengar apa yang difirmankan
Tuhan. Bibirnya hanya terbuka untuk menyampaikan kebenaran dan kebijakan, kalau
tidak akan menutup terus sampai diperintahkan Tuhan. Cara yang bersangkutan
makan, berpakaian, tidur, minum, bergaul dengan isterinya, semuanya dilakukan
sejalan dengan perintah Tuhan. Ia tidak sepatutnya makan karena merasa lapar
tetapi karena Tuhan menyuruhnya demikian. Dengan kata lain, jika ia belum
mengalami ‘kematian’ sebelum maut yang sesungguhnya maka ia belum akan mencapai
derajat ketakwaan. Tetapi jika ia ‘mematikan’ dirinya maka Tuhan tidak akan
membiarkannya mengalami kematian yang kedua.
Di
masa sekarang ini kita melihat ketika bibir orang terbuka, yang keluar hanya
kata-kata yang memperolok, menertawakan orang dan mengatakan hal-hal yang
menyakitkan tentang orang lain. Apa yang terkandung dalam suatu bejana, itu
juga yang akan keluar daripadanya. Bicara mereka mencerminkan apa yang ada
dalam batin mereka. Aku bisa mengenali seorang yang baik hati dari kejauhan.
Seseorang yang datang dengan sifat dan hati yang baik adalah jenis orang yang
selalu ingin aku temui. Bahkan cercaan dari orang-orang seperti itu tidak akan
mengganggu. Hanya saja sayangnya orang-orang dengan hati yang suci demikian
adalah amat langka.
(Saat itu seorang Arya mengatakan bahwa hanya ada dua
bangsa saja yang tolol. Jika anda tidak keberatan, yang satu adalah bangsa Sikh
dan yang lainnya adalah saudara-saudara umat Muslim ini.)
Hazrat
Masih Maud.a.s. menjawab :
Bagi
seseorang yang mengerti, tidak ada hinaan yang lebih besar daripada dikatakan
‘tolol.’ Menyebut seseorang secara langsung kepadanya sebagai ‘tolol’ adalah
suatu hinaan yang amat kasar. Namun anda bisa melihat bahwa dari semua
orang-orang kami yang ada di sini tidak ada seorang pun yang menanggapi hinaan
anda. Apakah anda masih juga meragukan kelembutan dan laku adab umat kami?
Banyak sekali orang yang datang hanya untuk mencaci diriku tetapi tidak ada
dari umatku yang berani menanggapinya (dengan marah). Siang malam aku mengajarkan
kesabaran kepada mereka. Aku mengajarkan agar mereka berlaku lemah lembut dan
sabar. Ini bukanlah bangsa yang sejalan dengan prinsip ketololan menurut
pandangan anda. Namun kami tidak bertanggungjawab atas umat lainnya (yang tidak
berada di bawah pengaruh kami). Kami akan percaya kepada anda jika dalam suatu
pertemuan bangsa Arya lalu ada seseorang yang mengatakan kalian bangsa yang
tolol, lalu mereka bersabar hati dan bukannya lalu membalas seribu kali lipat.
Anda
belum mengenal umat Muslim dan juga belum melihat karakter mereka. Jika
diadakan perbandingan di antara mereka dengan bangsa Arya, samanya dengan
membandingkan serigala dengan domba. Aku tidak bertanggungjawab atas mereka
yang tidak berada di bawah pengaruhku, namun mampu sabar mendengarkan hinaan
dan kata-kata yang membakar adalah ciri dari laki-laki sejati. Bisakah orang
lain menirunya? Kelemah-lembutan sulit sekali bisa dicapai dan dipraktekkan
tetapi semua orang bisa bersikap kasar!
Langganan:
Postingan (Atom)